back to top

Opini: Opini | Menjembatani Sungai Rhine dan Gangga: Pembaruan ‘Fokus India’ Jerman

Share

Kunjungan Rektor Scholz dan Kemitraan yang Berkembang

Kunjungan Kanselir Scholz ke India merupakan tonggak penting dalam pertumbuhan kemitraan Indo-Jerman. Jadwalnya termasuk Konferensi Bisnis Jerman Asia-Pasifik di Delhi, di mana ia dan Perdana Menteri Modi berbicara dengan para pemimpin industri senior dari kedua negara. Dengan perdagangan bilateral yang mencapai rekor tertinggi sebesar Euro 30 miliar pada tahun 2023 dan kuatnya minat Jerman terhadap sektor teknologi dan manufaktur India, konferensi ini memberikan peluang untuk mengubah keterlibatan ekonomi menjadi kolaborasi industri jangka panjang. Kunjungan ini lebih lanjut menyalurkan Kemitraan Hijau dan Berkelanjutan antara India dan Jerman. Selain itu, kedua negara mulai memperingati 25 tahun Kemitraan strategis mereka, memberikan latar belakang yang sesuai untuk kunjungan Scholz dan menunjukkan kematangan hubungan. Scholz menekankan kontribusi diaspora India dalam pertumbuhan Jerman dan merilis Strategi Tenaga Kerja Terampil khusus India.

Realisasi Baru di Barat

Dikeluarkannya dua dokumen khusus India menandakan era pasca-Markel dalam kemitraan India-Jerman. Nada dan isi kedua dokumen tersebut menunjukkan adanya keselarasan positif terhadap India. Pemerintahan Scholz menghargai vitalitas demokrasi India dan berhenti menguliahi India. Fokus strategis Jerman terhadap India menyoroti tiga tema utama yang menggarisbawahi meningkatnya posisi global India. Pertama, perubahan lanskap geopolitik telah menyebabkan Jerman dan negara-negara Barat memandang India bukan hanya sebagai sekutu sesekali namun sebagai mitra strategis yang memiliki pengaruh jangka panjang. Pergeseran ini tercermin dalam dokumen strategis Jerman yang baru-baru ini berjudul “Fokus pada India”, yang menandakan transformasi dari kerja sama episodik menjadi kemitraan yang berkomitmen. Dokumen tersebut menggarisbawahi India sebagai ‘pembentuk politik internasional yang sentral dan aktif’. Negara-negara Barat semakin mengakui kemampuan India untuk berkontribusi secara strategis, yang mencerminkan hubungan yang matang dan responsif, bukan reaksioner, terhadap tantangan global bersama. Seperti perubahan kebijakan Amerika Serikat terhadap India pasca tahun 1998, pendekatan Jerman kini menyoroti peran India sebagai mitra yang dapat diandalkan di berbagai bidang seperti ketahanan ekonomi, teknologi, dan pembangunan berkelanjutan.

Dokumen Fokus pada India yang mengidentifikasi India sebagai “penstabil” di Indo-Pasifik menggarisbawahi tema besar kedua: Jangkar Stabilitas India, baik secara regional maupun dalam isu-isu global yang lebih luas. Dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap pengaruh Tiongkok, Jerman mengakui India sebagai negara penting bagi Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka. Oleh karena itu, mengakui komitmen India untuk menjaga keamanan maritim dan menegakkan kedaulatan. Kunjungan Kanselir Scholz baru-baru ini ke kapal fregat Jerman Baden-Wurttemberg di Goa semakin menekankan pendirian ini, menyoroti keselarasan antara visi Indo-Pasifik Jerman dan prioritas keamanan India. Ketika India dan Jerman memperkuat hubungan mereka di Indo-Pasifik, kemitraan mereka berkembang melampaui tujuan transaksional menuju prinsip-prinsip kebebasan bersama dan saling menghormati kedaulatan. Hal ini mencerminkan perubahan mendasar dalam perspektif Jerman mengenai Indo-Pasifik. Pada tahun 2020, pedoman kebijakan Indo-Pasifik pemerintah Jerman menyebut India sebagai ‘mitra Indo-Pasifik lainnya’.

Terakhir, posisi unik India sebagai jembatan yang pragmatis dan dapat diandalkan dalam konflik yang kompleks, seperti perang Rusia-Ukraina, kini mendapatkan pengakuan internasional. Tidak seperti negara-negara besar lainnya, India mempertahankan saluran diplomatik terbuka dengan semua pemangku kepentingan dalam konflik tersebut, termasuk Amerika Serikat, Jerman, Rusia, dan Ukraina. KTT BRICS plus yang baru-baru ini berakhir di Kazan di Rusia memberi isyarat bahwa India memegang posisi geopolitik terbaik secara global. Penerimaan Jerman terhadap sikap netral India menyoroti pemahaman bahwa kemandirian dalam pengambilan keputusan dan fokus pada hubungan jangka panjang membentuk kebijakan luar negeri India. Berbeda dengan Tiongkok, yang kepentingannya seringkali berbeda dengan prioritas Barat, India mendorong stabilitas global tanpa menganggap krisis hanya sebagai transaksi belaka. Persepsi mengenai India sebagai jembatan yang pragmatis namun penuh empati memperkuat kredibilitasnya di panggung dunia dan menunjukkan nilainya dalam menavigasi konflik geopolitik dengan sensitivitas dan keandalan.

Secara keseluruhan, tema-tema ini menunjukkan adanya perubahan mendasar: Jerman dan negara-negara Barat mulai memandang India sebagai sekutu regional menjadi mengakui India sebagai mitra strategis dengan pengaruh stabilisasi dan mediasi yang penting bagi dunia multipolar saat ini.

Keterbatasan dan Kesimpulan

Kebijakan “Fokus pada India” Jerman menandai pergeseran dari hubungan jangka panjang dan episodik dengan New Delhi menjadi kolaborasi strategis yang stabil berdasarkan rasa saling menghormati kedaulatan dan nilai-nilai. Namun, meski Jerman mengakui pentingnya India, cakupan kebijakan tersebut—yang secara samar-samar mengaburkan Kashmir dalam peta—mengisyaratkan adanya sensitivitas yang masih ada. Selain itu, dokumen Fokus pada India mengacu pada apa yang disebut sebagai “Global Selatan” pada tiga kesempatan. Di Barat, istilah ini sering dipandang remeh. Sebaliknya, New Delhi dan lebih dari 100 ibu kota di seluruh dunia merasa bangga dengan hal ini. Nada menghina mengenai istilah ini menggarisbawahi perlunya kita bersama-sama menempuh jalan kemitraan.

Namun, evolusi ini mencerminkan peralihan Jerman dari pendekatan Eurosentris ke pendekatan multipolaritas global yang realistis. Dengan memandang India sebagai mitra sejati, bukan sekadar sekutu regional, Jerman menyelaraskan diri dengan tatanan dunia yang sedang berkembang. Aliansi ini menawarkan peluang bersejarah bagi kedua negara untuk mengatasi tantangan bersama, mendorong pertumbuhan ekonomi, dan meningkatkan stabilitas di tengah perubahan global.

Abhishek Chaudhari saat ini sedang dalam masa istirahat akademis untuk mengejar gelar pertengahan karir di Harvard Kennedy School. Aniket Bhavthankar penerima beasiswa doktoral Konrad Adenauer Stitung.

Penafian: Ini adalah pendapat pribadi penulis

Menunggu respons untuk dimuat…

demonstrasi

demo

info demonstrasi

Baca selengkapnya

Berita Terkait